TIMES SALATIGA, SALATIGA – Pendidikan merupakan hak fundamental setiap warga negara. Namun, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak anak Indonesia yang belajar dalam kondisi jauh dari layak.
Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik), tercatat sekitar 980.000 ruang kelas rusak sedang hingga berat di 174.000 satuan pendidikan, serta kebutuhan 1,5 juta ruang baru di 219.000 sekolah. Angka ini menegaskan bahwa infrastruktur pendidikan masih menjadi problem besar yang harus segera dijawab.
Masalah ini bukan sekadar statistik, tetapi realitas yang memengaruhi kualitas pembelajaran. Kondisi ruang belajar yang tidak aman dan nyaman menurunkan motivasi siswa, mengurangi konsentrasi, bahkan meningkatkan risiko putus sekolah.
Penelitian akademik berulang kali menegaskan bahwa sarana prasarana yang layak sangat berpengaruh pada hasil belajar dan kesejahteraan psikologis siswa.
Karena itu, revitalisasi infrastruktur pendidikan menjadi kebutuhan dasar.
Tanpa ruang kelas yang memadai, laboratorium yang berfungsi, dan toilet yang bersih, upaya peningkatan kurikulum maupun kompetensi guru tidak akan mencapai hasil maksimal. Infrastruktur adalah fondasi bagi terbentuknya ekosistem pendidikan yang sehat.
Dalam merespons tantangan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) meluncurkan Program Revitalisasi Satuan Pendidikan Tahun Anggaran 2025. Program ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Nomor M2400/C/HK.03.01/2025, menargetkan 10.440 satuan pendidikan dengan alokasi anggaran Rp17,1 triliun.
Ini merupakan investasi strategis yang tidak hanya berorientasi pada perbaikan fisik, tetapi juga pada pembangunan fondasi pendidikan yang kokoh, responsif, dan berkesinambungan.
Program revitalisasi ini juga merupakan bagian integral dari visi pembangunan jangka panjang, khususnya dalam menyiapkan Generasi Emas 2045. Berbagai studi literatur kebijakan pendidikan disebutkan bahwa sarana dan prasarana yang berkualitas menjadi faktor kunci untuk mencapai target. Tanpa fondasi fisik yang kokoh, upaya peningkatan kurikulum dan kualitas guru tidak akan berjalan maksimal.
Landasan Program Revitalisasi
Program revitalisasi ini memiliki landasan filosofis yang kuat, yaitu menjadikan sarana prasarana sekolah sebagai pilar utama peningkatan mutu pendidikan. Sarana dan prasarana yang kondusif sangat penting untuk menunjang konsentrasi, motivasi, dan kesejahteraan siswa maupun guru.
Revitalisasi ini dirancang untuk memastikan setiap sekolah memiliki fasilitas dasar yang memadai, seperti ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, hingga fasilitas sanitasi yang layak.
Secara lebih rinci, program revitalisasi ini menargetkan 10.440 satuan pendidikan pada tahun 2025 dengan rincian per jenjang seperti PAUD: 1.270 sekolah, SD: 4.053 sekolah, SMP: 2.753 sekolah, SMA: 1.382 sekolah, SMK: 767 sekolah (Kemendikdasmen 2025).
Jurnal-jurnal akademik, seperti yang dipublikasikan oleh Jurnal Pembangunan Masyarakat, menegaskan bahwa penyediaan infrastruktur yang berkualitas merupakan kunci untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi.
Dengan memperbaiki fasilitas hingga ke pelosok, pemerintah berupaya memastikan setiap anak, di mana pun mereka berada, memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu.
Program ini juga menjadi ajang kolaborasi penting antara pemerintah dengan berbagai pihak. Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam proses perencanaan dan pelaksanaan akan menumbuhkan rasa kepemilikan dan menjamin keberlanjutan program dalam jangka panjang.
Harapan Kedepan
Aspek paling krusial dari program revitalisasi ini terletak pada mekanisme pelaksanaannya. Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Nomor M2400/C/HK.03.01/2025, dana revitalisasi disalurkan langsung ke rekening sekolah dan dikelola secara mandiri melalui swakelola. Sekolah membentuk Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) yang melibatkan unsur masyarakat.
Sebagai kementerian teknis, Kemendikdasmen menyadari tantangan besar dari program revitalisasi adalah menjaga transparansi dan akuntabilitas. Oleh karena itu, kebijakan menegaskan bahwa dana bantuan disalurkan langsung ke rekening sekolah dan dikelola secara swakelola oleh P2SP. Mekanisme ini diyakini lebih efisien sekaligus membuka ruang pengawasan langsung dari masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sekolah merupakan elemen vital yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Keterlibatan masyarakat secara langsung menciptakan sistem pengawasan yang kuat, meminimalisir risiko penyimpangan, dan memastikan setiap rupiah digunakan secara efektif dan efisien.
Model swakelola ini tentu mengubah paradigma dari sekadar proyek bantuan menjadi gerakan gotong royong yang melibatkan seluruh ekosistem pendidikan.
Untuk menjamin akuntabilitas, juknis mengatur dengan ketat bahwa setiap sekolah penerima bantuan harus menyediakan dokumen pertanggungjawaban seperti Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM), perjanjian kerja sama, laporan kemajuan, dan bukti pengeluaran.
Selain itu, Kemendikdasmen membuka kanal pengaduan publik. Langkah ini adalah bukti keterbukaan serta komitmen Kemendikdasmen dalam memastikan setiap rupiah digunakan secara tepat.
Partisipasi publik menjadi kunci untuk mencegah potensi penyalahgunaan dana. Namun, Kemendikdasmen juga menekankan pentingnya pemeliharaan jangka panjang. Gedung yang direvitalisasi membutuhkan biaya perawatan agar tidak kembali rusak dalam waktu singkat.
Tantangan ini terutama besar di wilayah 3T, yang memiliki hambatan logistik dan ketersediaan tenaga ahli konstruksi. Hal ini menuntut kerja sama erat antara Kemendikdasmen, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Revitalisasi sekolah adalah proyek besar yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah semata, melainkan dengan kolaborasi semua pihak. Keberhasilan program ini sangat bergantung pada sinergi antara kementerian terkait, pemerintah daerah, hingga partisipasi aktif dari seluruh masyarakat.
Ini adalah langkah nyata untuk membangun fondasi pendidikan yang kokoh, demi mewujudkan mimpi pendidikan yang bermutu, mencetak generasi emas, dan membangun masa depan bangsa yang lebih cerah.
***
*) Oleh : Eka Nurmawati, S.H., Alumni UIN Salatiga.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |